Sejak kecil saya memang senang jalan-jalan karena keluarga saya (mama dan papa) selalu mengajak saya jalan-jalan. Waktu saya masih bayi merah alias belum 40 hari, kedua orang tua saya membawa saya ke Curug Maribaya hehe, mungkin karena itu ya saya jadi seorang yang kalau kata orang Sunda mah disebut Jarambah (mainnya jauh-jauh).
Bisa dikatakan, masa kecil saya sangat bahagia, kedua orang tua selalu mengajak saya untuk main dan jalan-jalan kemana aja yang penting jalan-jalan. Ke taman lalu lintas, ke takara (arena permainan di alun-alun Bandung), ke King (arena permainan baru di alun-alun Bandung), ke kebun binatang, ke pantai pangandaran, ke pantai pondok bali, ke Dufan, ke Bogor, dan ke tempat-tempat lainnya. Alhamdulillah, kenangan tersebut menjadikan saya seorang yang senang berpergian dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, hehehe.
Pengalaman traveling saya yang pertama ke luar negeri adalah ke benua Eropa (amazing ya?)
Saya pun tidak pernah menyangka negara pertama yang saya kunjungi adalah Jerman. Padahal dulu alasan saya membuat paspor adalah untuk persiapan kalau-kalau royalti saya turun, saya mau ke Singapura. Main ke negara tetangga dulu lah, yang deket dan gak pakai visa. Hihihi. Namun, rupanya Allah SWT yang Maha Baik mengabulkan keinginan terpendam saya, yaitu pergi ke Jerman.
Saya pun tidak pernah menyangka negara pertama yang saya kunjungi adalah Jerman. Padahal dulu alasan saya membuat paspor adalah untuk persiapan kalau-kalau royalti saya turun, saya mau ke Singapura. Main ke negara tetangga dulu lah, yang deket dan gak pakai visa. Hihihi. Namun, rupanya Allah SWT yang Maha Baik mengabulkan keinginan terpendam saya, yaitu pergi ke Jerman.
Jadi gini, dulu saat saya duduk di bangku S1 saya punya teman, namanya Rere. Keluarganya Rere tinggal di Jerman dan dia juga pernah kesana (tahun 2006/2007), saya mendengar cerita dia dan foto-foto dia sewaktu di Jerman yang membuat saya sangat mupeng banget. Ya Allah betapa indah negara itu, aristekturnya, kotanya, ah semuanyaaaaa....saya suka dan saya ingin kesana juga. Saat mendapatkan gantungan kunci oleh-oleh dari Rere, saya pun menetapkan dalam hati "suatu hari saya akan pergi ke Jerman, entah itu untuk studi S2 atau untuk berlibur".
Tahun berganti tahun, saya lulus S1 tahun 2009, bekerja di rumah sakit di Jakarta sampai 2011, lalu memutuskan untuk mengambil studi master di ITB tahun 2011. Sejak pertama kali diterima sebagai Mahasiswa Baru, saya menulis "GO TO JERMAN" dan saya tempel di sterofoam tepat di depan meja belajar saya (saya pernah foto, tapi lupa naronya dimana, nanti saya cari dulu fotonya hehe)
Tidak lama kemudian, diakhir tahun kelulusan saya (tahun 2013), ternyata saya dikirim ke Jerman untuk presentasi hasil riset S2 saya mengenai Vaksin HPV. Awalnya Prof saya minta saya menulis abstrak tentang riset S2 saya, beliau bilang "Ayo Sinta dicoba aja, siapa tahu diterima". Tanpa banyak tanya, saya pun menulis abstrak tersebut dengan sangat berantakan, huhuhu. Tapi kedua pembimbing saya merevisi dan meminta saya untuk memperbaikinya sampai beberapa kali perbaikan. Alhamdulillah, setelah selesai saya langsung kirim abstrak tersebut ke panitia seminar.
Waktu itu tidak berharap banyak, secara saya pemula kalau masukin abstrak untuk seminar diluar Indonesia, kalau abstrak untuk seminar di Indonesia, beberapa kali saat bekerja di rumah sakit saya sering ikut seminar dan konferens. Jadi waktu itu "nothing to lose" lah, sing penting saya sudah mencoba dan mengikuti saran Prof, dan waktu itu juga saya sedang disibukan dengan riset yang belum selesai 100%, setiap hari harus pergi ke lab, pergi sebelum matahari terbit pulang setelah matahari tenggelam, jadi berasa kayak vampire, wkwkw. Untung saja naik motor jadi bisa gesit dan irit PP Cibiru-ITB. Dan....jreng...jreng....beberapa minggu setelahnya (sekitar 3-4 minggu) saya mendapatkan email kalau abstrak saya diterima.
Rasanya???
Antara percaya gak percaya kalau abstrak saya diterima dan saya diminta untuk hadir. Wow! Ya Allah, Alhamdulillah seperti mendapat durian runtuh, sudah sekolah di ITB gratis dapat beasiswa, terus dikirim kesana dengan biaya ditanggung sponsor. Alhamdulillah. Saya sangat berterimakasih kepada dua pembimbing saya seorang Profesor dibidang Onkologi-Ginekologi dari FK UNPAD dan seorang Doktor dibidang Bioteknologi dari ITB.
Tahun berganti tahun, saya lulus S1 tahun 2009, bekerja di rumah sakit di Jakarta sampai 2011, lalu memutuskan untuk mengambil studi master di ITB tahun 2011. Sejak pertama kali diterima sebagai Mahasiswa Baru, saya menulis "GO TO JERMAN" dan saya tempel di sterofoam tepat di depan meja belajar saya (saya pernah foto, tapi lupa naronya dimana, nanti saya cari dulu fotonya hehe)
Tidak lama kemudian, diakhir tahun kelulusan saya (tahun 2013), ternyata saya dikirim ke Jerman untuk presentasi hasil riset S2 saya mengenai Vaksin HPV. Awalnya Prof saya minta saya menulis abstrak tentang riset S2 saya, beliau bilang "Ayo Sinta dicoba aja, siapa tahu diterima". Tanpa banyak tanya, saya pun menulis abstrak tersebut dengan sangat berantakan, huhuhu. Tapi kedua pembimbing saya merevisi dan meminta saya untuk memperbaikinya sampai beberapa kali perbaikan. Alhamdulillah, setelah selesai saya langsung kirim abstrak tersebut ke panitia seminar.
Waktu itu tidak berharap banyak, secara saya pemula kalau masukin abstrak untuk seminar diluar Indonesia, kalau abstrak untuk seminar di Indonesia, beberapa kali saat bekerja di rumah sakit saya sering ikut seminar dan konferens. Jadi waktu itu "nothing to lose" lah, sing penting saya sudah mencoba dan mengikuti saran Prof, dan waktu itu juga saya sedang disibukan dengan riset yang belum selesai 100%, setiap hari harus pergi ke lab, pergi sebelum matahari terbit pulang setelah matahari tenggelam, jadi berasa kayak vampire, wkwkw. Untung saja naik motor jadi bisa gesit dan irit PP Cibiru-ITB. Dan....jreng...jreng....beberapa minggu setelahnya (sekitar 3-4 minggu) saya mendapatkan email kalau abstrak saya diterima.
Rasanya???
Antara percaya gak percaya kalau abstrak saya diterima dan saya diminta untuk hadir. Wow! Ya Allah, Alhamdulillah seperti mendapat durian runtuh, sudah sekolah di ITB gratis dapat beasiswa, terus dikirim kesana dengan biaya ditanggung sponsor. Alhamdulillah. Saya sangat berterimakasih kepada dua pembimbing saya seorang Profesor dibidang Onkologi-Ginekologi dari FK UNPAD dan seorang Doktor dibidang Bioteknologi dari ITB.
Persiapan demi persiapanpun saya lakukan, karena saya orang Indonesia tentu tidak semudah itu saya bisa pergi ke benua Eropa. Saya harus memiliki visa schengen dulu. Karena baru pertama kali buat visa alias gak ada pengalaman sama sekali. Saya berdiskusi dengan pembimbing dan akhirnya sepakat meminta bantuan pihak travel (secara paspor masih kosong melompong, gak ada cap apapun). Kalau ada bantuan dari pihak travel (seenggaknya) kalau ada dokumen yang kurang dan harus dilengkapi bisa dipersiapkan sebelum saya pergi ke kedutaan Jerman di Jakarta. Kan bahaya juga kalau saya harus ambil risiko bolak balik Bandung - Jakarta, selain buang waktu, pekerjaan di lab gak mungkin ditinggal (apa kabar sama kloning bakteri saya nanti? huhuhu)
Selain mendapatkan informasi dari pihak travel, saya pun bertanya kepada teman-teman di kampus, bertanya kepada orang yang sudah pergi kesana. Dan....rata-rata jawabannya "Sien, susah lho masuk lewat Jerman", jawaban tersebut membuat saya seperti tertusuk samurai tajam (JLEB), sedikit down, ah tapi kan saya punya prinsip "Coba dulu biar tahu prosesnya dan hasilnya seperti apa".
Selain mendapatkan informasi dari pihak travel, saya pun bertanya kepada teman-teman di kampus, bertanya kepada orang yang sudah pergi kesana. Dan....rata-rata jawabannya "Sien, susah lho masuk lewat Jerman", jawaban tersebut membuat saya seperti tertusuk samurai tajam (JLEB), sedikit down, ah tapi kan saya punya prinsip "Coba dulu biar tahu prosesnya dan hasilnya seperti apa".
Oh ya, waktu itu saya pakai travel di hotel Panghegar Bandung, namanya juga travel Panghegar alasannya sih biar deket dari ITB, karena wkatu itu saya lagi ngejar nulis thesis, ngejar sidang, dan ngejar lulus, karena kalau gak lulus periode ini beasiswa saya gak ada lagi, hiks hiks hiks. Beasiswa saya hanya untuk 4 semester saja. Nah, itulah alasannya "biar saya hilir mudiknya gampang" ITB - Hotel Panghengar bisa pakai motor 10-15 menit dengan gaya saya naik motor yang rada kucat kecot hehehe.
Meski baru pertama kali buat visa dan paspor gak ada cap sama sekali, tapi dokumen saya lengkap karena travel tersebut memang meminta banyak dokumen agar kemungkinan diterimanya lebih tinggi. Mulai dari:
- Surat keterangan mahasiswa secara resmi dari SITH ITB
- Kartu Tanda Mahasiswa
- Surat rekomendasi dari dua dosen pembimbing
- Surat referensi bank
- Rekening tabungan (waktu itu ada suntikan dana dari Profesor saya sebagai pinjaman karena dananya harus diatas 50juta, meski katanya kalau ada suntikan dana tiba-tiba akan membuat orang di kedutaan menjadi curiga, tapi saya nanti bisa jelaskan kalau ditanya mengenai hal tersebut. Meski sebenarnya uang dari sponsor tidak sebanyak itu)
- Tiket booking pesawat (dibuatkan oleh pihak travel panghegar)
- Tiket hotel (dibuatkan oleh pihak travel panghegar)
- Surat undangan dari panitia seminar yang menyatakan bahwa saya diundang ke acara tersebut sebagai sepeserta karena abstrak saya diterima.
- Bukti pembayaran seminar.
- Print abstrak riset saya yang akan tampil di seminar tersebut.
- Pasfoto (waktu itu saya gak ngerti, jadi datang ke Jonas Photo bilang kalau saya mau bikin pasfoto untuk apply visa schengen, pegawainya udah ngerti sendiri standarnya seperti apa)
- Dan dokumen-dokumen pendukung lainnya (saya aja sampai lupa saking banyaknya hehe)
Oh ya semua harus asli dan ada fotocopynya, waktu itu saya bikin dua rangkap fotocopy (jaga-jaga). Setelah semua lengkap, baru pihak travel mengirim aplikasi ke kedutaan Jerman dan saya mendapatkan jadwal appointment untuk saya (Saya lupa tanggal berapa saya kesana hehe). Intinya saya datang kesana sesuai dengan jadwal dengan membawa seluruh dokumen lengkap (asli dan fotocopy). Diperjalanan saya banyak-banyak berdoa kepada Allah SWT, semoga Allah melancarkan urusan saya. Ini pertama kalinya saya merasa sangat gugup dan dag dig dug (lebay ya? tapi seriusan dulu begitu rasanya. Iya itulah disebut sensasi "pertama" kalinya). Setelah proses panjang, akhirnya proses apply visa selesai juga, saya disuruh nunggu 2-3 minggu.
Alhamdulillah, setelah menunggu sekian minggu, saya mendapat kabar dari travel kalau paspor saya bisa diambil di travel dan visanya di-approved. Ya Allah, Alhamdulillah, langsung sujud syukur. Ini visa pertama yang menempel di paspor pertama saya. Alhamdulillah, atas doa dari orang tua, atas perjuangan yang panjang, atas bantuan dan doa pembimbing, atas doa dan bantuan orang-orang terdekat yang tidak lelah membantu saya, dan semuanya itu atas Kehendak Allah SWT yang memudahkan segala urusan, Alhamdulillah. Ini dia, visa-nya:
Saat mendapatkan visa ini, saya bersyukur terus menerus, bahkan sampai nangis (maafin lebay). Gimana enggak, menurut pengalaman orang-orang, Jerman adalah negara yang paling sulit ditembus untuk membuat visa Schengen, makannya banyak orang yang lari ke kedutaan Prancis atau Belanda.
Tapi untuk kasus saya, apa boleh buat, karena tujuan utama saya mengikuti seminar dan konferens, jadinya mau gak mau saya harus membuat visa schengen melalui pintu kedutaan Jerman. Dan banyak yang nakut-nakutin "Sien, mana paspor kamu masih kosong lagi". Huhuhu, bikin horor. Allah memang Maha Baik, saya diberi kemudahan, meski jantung saya dag dig dug serrr takut ditolak, tapi benar adanya bahwa "kalau sudah rezeki gak bakalan kemana".
Oh ya, saya pergi kesana selama 18 hari, meski seminarnya hanya 2 hari, sisanya Allah kasih untuk liburan, Alhamdulillah. Waktu itu pakai jasa travel panghegar juga untul beli tiket pesawat, karena udah mepet satu bulan sebelum, jadinya saya dapat harga yang lumayan mahal yaitu 11juta PP naik maskapai Etihad:
Tapi untuk kasus saya, apa boleh buat, karena tujuan utama saya mengikuti seminar dan konferens, jadinya mau gak mau saya harus membuat visa schengen melalui pintu kedutaan Jerman. Dan banyak yang nakut-nakutin "Sien, mana paspor kamu masih kosong lagi". Huhuhu, bikin horor. Allah memang Maha Baik, saya diberi kemudahan, meski jantung saya dag dig dug serrr takut ditolak, tapi benar adanya bahwa "kalau sudah rezeki gak bakalan kemana".
Oh ya, saya pergi kesana selama 18 hari, meski seminarnya hanya 2 hari, sisanya Allah kasih untuk liburan, Alhamdulillah. Waktu itu pakai jasa travel panghegar juga untul beli tiket pesawat, karena udah mepet satu bulan sebelum, jadinya saya dapat harga yang lumayan mahal yaitu 11juta PP naik maskapai Etihad:
Jakarta - Abu Dhabi (transit) - Frankfurt (13 Mei 2013)
Frankfurt - Abu Dhabi (transit) - Jakarta (30 Mei 2013)
Makasih dan semoga bermanfaat!
@sientasnovel
Comments
Post a Comment