Skip to main content

MOM'S STORY: Baby Blues dan peran suami diawal kelahiran

“Nta kamu baby blues gak abis ngelahirin?” Pertanyaan itu ditanyakan oleh beberapa teman saya. Jawabannya “Alhamdulillah gak” meski sejujurnya ada kekhawatiran saya takut akan mengalami baby blues.

Baby blues syndrome atau post partum syndrome adalah kondisi gangguan mood yang dialami ibu setelah melahirkan bayi. Baby blues sendiri bisa dikatakan bentuk stres atau depresi setelah melahirkan (post-natal) yang dialami oleh sekitar 50-70% wanita. Sebelumnya saya sudah mengikuti seminar tentang baby blues di RSIA Limijati Bandung. Dengan bekal ilmu yang didapat dari seminar dan atas pertolongan suami, Alhamdulillah saya tidak mengalami sindrom baby blues.

Baby blues sendiri terjadi akibat beberapa hal:
1. Kelelahan setelah melahirkan lalu ditambah lelah mengurus bayi.
2. Tidak adanya orang yang membantu setelah melahirkan.
3. Hormonal yang belum seimbang.
4. Perubahnya rutinitas.
5. Kurang istirahat dan tidur yang terganggu pada malam hari.
6. Kurang dukungan dari pasangan dan merasa tidak diperhatikan oleh pasangan.

Sedangkan gejala baby blues menurut riset muncul pada minggu pertama setelah melahirkan. Gejala baby blues diantaranya lelah, sedih, bingung, cemas, gelisah, sulit tidur, sensitif, kesal, dan merasa kesepian. Baby blues akan hilang pada minggu ke-3 dan ke-4 karena ibu sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang baru. Namun jika ibu gagal dalam beradaptasi dalam artian kondisi selain parah maka depresi semakin terlihat—ibu tidak mau melihat bayi, kesal mendengar tangis bayi, marah-marah hingga memukul dan menyiksa bayi.

Saya sendiri sangat bersyukur, Alhamdulillah karena suami bisa ambil cuti panjang sampai 2 minggu, meski sedih juga karena waktu lahiran saya tidak didampingi huhu (saat itu suami masih dalam perjalanan pulang ke Bandung). Namun saya masih bersyukur karena setelah melahirkan suami benar-benar mendukung dan membantu saya dalam segala hal. Mulai dari mencuci popok, menyiapkan makan, menyediakan minum, mencuci piring, mengepel lantai, nemenin begadang beberapa hari, dan memeluk saya (pelukan sangat berarti bagi saya).

Karena suami berperan aktif, jadi saya bisa fokus mengurus bayi—menyusui, mengganti popok, memandikan, merawat, dan memberi kasih sayang. Tingkat stres bisa dikatakan rendah, hanya pusing-pusing karena tidur terganggu dan sakit pasca melahirkan saja yang menjadi problem—nyeri pinggang dan nyeri bekas jahitan.

Sejujurnya mengurus bayi tidaklah mudah apalagi anak pertama. Pengalaman saya dalam mengurus bayi masih sangat minim dan ilmu yang masih belum mumpuni meski saya dan sahabat saya rajin ikut seminar tentang kehamilan dan parenting, tapi tetap saja masih ada beberapa hal secara praktek yang belum sepenuhnya mengerti—seperti cegukan, pup newborn, setelah menyusu harus sendawa, dll.

Dengan kehadiran suami, saya merasa ada teman yang bisa diajak diskusi jika ada beberapa hal yang membingungkan, ada orang yang membantu dalam mengurus ruam tangga dan mengurus bayi, ada orang yang bisa diandalkan jika kita kesulitan melakukan sesuatu, dan tentunya ada “penghangat jiwa”. Bagi saya kehangatan pelukan disaat saya stres dapat menurunkan tingkat stres dan kekhawatiran saya sebagai new mother—seperti kata pepatah “saat seorang anak dilahirkan maka sesungguhnya seorang ibu juga baru dilahirkan”. Artinya sosok ibu juga baru terlahir saat seorang wanita melahirkan bayinya.

Selain peran suami, saya juga berusaha menyelami usaha ibu saya dulu—jika ibu saya di zaman dahulu saja bisa survive mengurus saya, lalu kenapa saya tidak? zaman dulu saja yang fasilitas dan informasi masih terbatas, ibu saya mampu masa saya yang hidup di zaman ini tidak bisa sih. Dengan pemikiran itu saya jadi lebih bersemangat dalam menjalani hari-hari saat mengurus baby. Dan ternyata setelah saya tanya ke mama, papa saya dulu sangat membantu mama. Jadi memang terbukti bahwa peran suami bisa mencegah sindrom baby blues.



Salam hangat,
@sientasnovel

Comments

Popular posts from this blog

SINGAPORE: Kartu travel anak, gratis untuk usia 7 tahun ke bawah

Seperti kita ketahui, Singapura adalah salah satu negara dengan sistem transportasi yang sangat baik. Semuanya sudah diatur dengan rapi, salah satunya penggunaan kartu travel untuk anak usia 7 tahun ke bawah. Jadi kalau anaknya masih usia 7 tahun ke bawah dengan tinggi 0.90 meter sampai 1.20 meter maka biaya untuk MRT, LRT, dan Bus itu gratis caranya dengan membuat kartu CHILD CONCESSION CARD. Sumber:  https://www.transitlink.com.sg / Misalnya nih lagi mau traveling ke Singapura terus punya anak yang usia lebih dari 7 tahun berapapun tingginya udah bayar ya tinggal beli aja kartu travelnya sama seperti orang dewasa, tapi kalau  punya anak dengan tinggi sekitar 0.90 sampai 1.20 meter tapi usianya masih di bawah 7 tahun maka harus membuat child concession card. Gratis kok gak bayar dan gak perlu top up. Itu kartunya cuma di tap aja sebagai tanda kalau anaknya masih berusia di bawah 7 tahun ke bawah. Gimana cara bikinnya? Gampang kok tinggal dateng ke   TransitLink Ticket Of...

SINGAPORE: Mau Masuk Singapura? Isi Kartu Embarkasi dulu!

Untuk orang Indonesia, masuk ke Singapura tidak perlu menggunakan Visa karena sesama negara Asia Tenggara itu bebas Visa.  Tapi, saat masuk negara Singa ini, kita perlu mengisi kartu Embarkasi. Biasanya kartu embarkasi diberikan di dalam pesawat oleh pramugari. Tapi kadang-kadang stok habis sehingga harus ngambil langsung di bandara Changi, ngambilnya disini: Gambar 1. Tempat ambil kartu embarkasi, lokasinya di Arrival Immigration Hall Gambar 2. Kartu embarkasi Kartu Embarkasi bentuknya kayak gini: Gambar 3. Kartu Embarkasi bagian depan Gambar 4. Kartu Embarkasi bagian belakang Full Name in Passport = Nama Lengkap sesuai Paspor (harus sama dengan paspor ya) Passport Number = Nomor Paspor (lihat dipaspor masing-masing) Place of Residence = Tempat tinggal (Kamu di Indonesia tinggal dimana) terdiri dari city-state-country. City = kota (kota tempat tinggal, misal Bandung) State = provinsi (misal West Java) Country = negara (misal Indonesia) Fl...

MOM'S STORY: Pengalaman pertama mengkhitan bayi

Tanggal  13 Agustus 2018 (tepat umur ci baby 3 bulan) k ami memutuskan untuk mengkhitan bayi kami dengan beberapa pertimbangan dan rekomendasi dokter anak kami— Prof. Dr. Dadang S.H. Efendi. dr., Sp.A.(K) —di rumah sakit Limijati. Sebenarnya bisa dilakukan dirumah sakit Limijati tapi karena dokter bedah anaknya sedang cuti sehingga Prof Dadang merekomendasikan untuk sunat ke  Prof. DR. Dr. Chairul Ismael, SpB.,Sp.BA.(K) yang praktek di Apotek Cihampelas, alamatnya di: Jalan Cihampelas No.41 A, Tamansari,  Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40562 Meski diberi surat rujukan oleh Prof Dadang, saya inisiatif menelepon apotek Cihampelas terlebih dahulu (nomornya 022-4239976), lalu oleh pihak apotek cihampelas saya diberi nomor perawat asisten Prof Chairul. Asistennya kemudian menjelaskan apa saja yang harus saya persiapkan, diantaranya: Kain bedong Botol dot 2pcs diisi ASI Popok/diapers, 1 ukuran dari normal (baby saya ukuran popoknya S, direkomendasika...